Perdamaian Aceh terancam. Beberapa peristiwa yang mengemuka belakangan
menunjukkan hal itu. Setidaknya ada 3 kasus penting yang harus segera
ditanggapi, yaitu:
Terjadinya penolakan terhadap keberadaan JSC
yang mengakibatkan terhentinya kerja kerja JSC dan terhambatnya
implementasi kesepakatan demiliterisasi maupun kesepakatan Perjanjian
Penghentian Permusuhan (The Cessation of Hostilities Agreement) secara
keseluruhan yang telah dicapai oleh pemerintah RI dan GAM. Apalagi
penolakan tersebut dilakukan melalui aksi aksi kekerasan dan dibiarkan
saja terus berkembang dan meluas. Pembiaran yang demikian dan
dikesampingkannya implementasi kesepakatan kesepakatan penetapan
sejumlah lokasi sebagai zona aman dan tertundanya proses demiliterisasi
jelas sangat bertolak belakang belakang dengan semangat perjanjian
damai. Dan itu sama artinya dengan menghancurkan perdamaian di Aceh.
Membludaknya
jumlah pengungsian di sejumlah titik selama dalam massa perjanjian
damai yang ditandatangai 9 Desember 2002 lalu bukan saja menunjukkan
memburuknya situasi dan terganggunya ketentaraman masyarakat untuk
mendapatkan kedamaian, tapi juga menunjukan adanya pengkhianatan dari
pihak pihak yang terikat dengan perjanjian untuk melakukan tindakan yang
mengarah perusakan perjanjian damai. Dalam hal ini HDC, Pemerintah RI
dan GAM seharusnya secara ketat menjalankan kebijakan untuk memisahkan
pasukan keduabelah pihak dengan jarak sejauh mungkin, dan menghindari
pergerakan pasukan yang dapat memicu konfrontasi bersenjata.
Adanya
upaya upaya yang mengarah untuk menggoyang keputusan politik yang telah
dibuat oleh pemerintah berkaitan dengan perdamaian di Aceh melalui RUU
TNI, RUU Inteligen dan dengan kebijakan perluasan teritorial Kodim.
Dimana kebijakan kebijakan yang dirumuskan akan memberikan kewenangan
kepada kepada militer untuk mengambil kebijakan yang bertolak belakang
dengan semangat maupun rumusan Perjanjian Damai.
Terjadinya
penculikan terhadap Mukhlis (27) dan Zulfikar (24) oleh aparat intelijen
dari unit Satuan Gabungan Intelijen (SGI) Pos Bireuen pada tanggal 25
Maret 2003 dalam aksi demonstrasi masyarakat Keude Dua Juli di Pendopo
Bupati Bireuen. Keterlibatan dua aktivis kemanusiaan yang bekerja pada
suatu NGO yang bernama Link for Community Development (LCD) dalam aksi
tersebut sebagai pendamping masyarakat Keude Dua Juli yang akan
melakukan pengungsian. Mereka menerima laporan bahwa masyarakat Keude
Dua Juli akan melakukan pengungsian karena takut dengan rencana
pendirian Pos Brimob BKO di Keude Dua. Sebelum melakukan pengungsian
masyarakat akan terlebih dahulu melakukan aksi ke Pendopo Bupati Bireuen
untuk menyampaikan aspirasinya. Ketika demonstrasi itulah, sekitar
pukul 10.30 WIB Zulfikar (24) ditarik secara paksa kerah bajunya dan
dibawa oleh seorang pria berpakaian preman. Pelakunya berdasarkan
informasi saksi mata adalah intel Kopassus dari SGI Pos Bireuen.
Sementara Mukhlis diculik sekitar pukul 11.300 WIB, juga masih di lokasi
aksi tersebut. Berdasarkan laporan saksi mata penculik Mukhlis (27)
juga aparat Intel Kopassus dari SGI Pos Bireuen. Sekitar pukul 14.00
seorang rekan kerja Mukhlis menerima SMS yang dikirim ke Handphone-nya
Mukhlis, yang berisi "Meunyoe lon di drop so nyang cok?" yang artinya
"Jika saya ditangkap siapa yang ambil?". Seorang teman Mukhlis yang lain
sekitar pukul 17.53 juga menerima kiriman SMS dari seseorang yang
mengaku sebagai Mukhlis dengan menggunakan nomor 628126414664 yang
berisi "bang vocer abis lon gak bs hubungan tolong kirim nanti tak ganti
(COY) krm ke HP ku, ini temen." Kemungkinan nomor tersebut adalah milik
salah seorang dari pelaku penculikan.
Melihat beberapa kejadian diatas kami menyatakan,
Agar
HDC, Pemerintah RI dan GAM untuk secara ketat dan sungguh sungguh
mengimplementasikan kesepakatan demiliterisasi dan mencegah terjadinya
penolakan terhadap JSC dengan cara cara kekerasan.
Menyerukan kepada
Pemerintah untuk tidak mengeluarkan kebijakan kebijakn yang dapat
mengarah pada rusaknya perdamaian yang sedang dibangun di Aceh. Apalagi
kebijakan tersebut semangatnya lebih untuk menundukkan rakyat Aceh dari
pada mencari penyelesaian damai secara damai.
Mendesak pemerintah
untuk segera membebaskan Mukhlis dan Zulfikar yang saat ini ditahan oleh
aparat intelijen dari unit Satuan Gabungan Intelijen (SGI) Pos Bireuen.
Jakarta, Kamis 27 Maret 2003
No comments:
Post a Comment